Ini pengalaman kencan seksku sebelum aku mengenal internet, tepatnya ketika aku masih duduk di bangku SMA. Sedang teman kencanku adalah seorang guru seni lukis di SMA-ku yang masih terbilang baru dan masih lajang. Saat itu umurku masih menginjak 17 tahun. Sedang guru lukisku itu adalah guru wanita paling muda, baru 25 tahun. Semula aku memanggilnya Bu Guru, layaknya seorang murid kepada gurunya.

Cerita Sex Dengan Mertua - Ini berawal saat ibunya sakit dan harus masuk rumah sakit dan Paul harus terbang ke luar kota untuk urusan bisnis yang amat penting. Paul tadinya tak setuju saat Emma meminta papanya, Jack, agar menginap di rumah mereka untuk sementara untuk menemaninya pergi ke rumah sakit, mengatakan padanya bagaimana hal itu akan mengganggu pikirannya karena dia adalah titik penting dalam negosiasi kali ini.

Cerita Sex Dengan Mertua


Dan pikiran yang sangat mengganggunya itu adalah karena dia curiga sudah sejak dulu papanya ada 'perasaan lain' pada Emma istrinya. Emma merasa sangat marah pada Paul, karena sangat egois dan dengan perasaan cemburunya itu. Bukan hanya kali ini Paul meragukan kesetiaannya terhadap perkawinan mereka dan kali ini dia merasa telah berada dalam puncaknya.. Dan dia tahu dia akan membuat Paul membayar sikapnya yang menjengkelkan itu.

Ketika itu terjadi, Jack tiba pada hari sebelum Paul terbang ke luar kota untuk bertemu kliennya. Dia tidak membiarkan kedatangan Jack mengganggu jadwalnya, meskipun dia akan membiarkan papanya bersama Emma tanpa dia dapat mengawasinya selama beberapa hari kedepan. Ini adalah segala yang Emma harapkan dan lebih, ketika dia menyambut Jack dengan secangkir teh yang menyenangkan..

Dia bisa katakan dari perhatian Jack yang ditunjukkannya pada kunjungan itu. Mata Jack berbinar saat dia tahu Paul akan pergi besok pagi-pagi benar, dan dia mendapatkan Emma sendirian dalam beberapa hari bersamanya. Emma sangat menarik, yang sungguhpun dia tahu sudah tidak punya kesempatan terhadap Emma, dia masih berpegang pada harapannya, dan berbuat yang terbaik untuk mengesankannya, dan menggodanya.

Emma tersanjung oleh perhatiannya, dan menjawab dengan mengundang bahwa mereka berdua dapat mulai untuk membiarkan harapan dan pemikiran yang telah dia kubur sebelumnya untuk mulai kembali ke garis depan itu.

Sudah terlambat untuk jam kunjungan rumah sakit sore itu, sehingga mereka akan kembali lagi esok paginya sekitar jam sebelas. Emma menuangkan beberapa gelas wine untuk mereka berdua sekembalinya dari rumah sakit petang itu.

"Aku harus pergi dan mandi.. Aku kira aku tidak punya waktu pagi nanti".
"Oh bisakah Papa membiarkan showernya tetap hidup? Aku juga mau mandi jika Papa tidak keberatan."

Emma mau tak mau nanti akan menyentuh dirinya di dalam shower, bayangan tangan Jack pada tubuhnya terlalu menggoda dan rasa marah terhadap suaminya sangat sukar untuk dienyahkan dari pikirannya.

Dia belum terlalu sering mengenakan jubah mandi sutera itu sebelumnya, tetapi memutuskan untuk memakainya malam ini. Hasrat hatinya mendorongnya untuk melakukannya untuk Papa mertuanya, Paul bisa protes padanya jika dia ingin. Terlihat pas di pinggangnya dan dengan tali terikat, membuat dadanya tertekan sempurna. Itu nampak terlalu 'intim' saat dia menunjukkan kamar mandi di lantai atas. Emma meninggalkannya, dan kemudian kembali semenit kemudian.

"Aku menemukan salah satu jubah mandi Paul untuk Papa" dia berkata tanpa berpikir saat dia membukakan pintu untuknya. Di dalam cahaya yang remang-remang Emma dapat melihat pantatnya yang atletis.

Mereka duduk bersama di atas sofa, melihat TV. Dan setelah dua gelas wine lagi, Emma tahu dia akan mendorong 'keinginan' manapun yang Jack ingin lakukan. Dia sedikit lebih tinggi dari Paul, maka jubahnya hanya sampai setengah paha berototnya. Mau tak mau Emma meliriknya sekilas dan ingin melihat lebih jauh lagi. Dengan cara yang sama, Jack sulit percaya akan keberuntungannya untuk duduk disamping Emma yang berpakaian sangat menggoda dan benaknya mulai membayangkan lebih jauh lagi. Jack akan dikejutkan nantinya jika dia kemudian mengetahui hal sederhana apa yang akan membuat hasratnya semakin mengakar..

Besok adalah hari ulang tahun Emma, dan Paul lupa seperti biasanya, alasannya bahwa tidak ada waktu untuk lakukan apapun ketika dia sedang pergi, dan dia telah berjanji pada Emma kalau dia akan berusaha untuk mengajaknya untuk sebuah dinner yang manis ketika pulang. Kenyataannya bahwa Jack tidak hanya tidak melupakan, tetapi membawakannya sebuah hadiah yang menyenangkan seperti itu, menjadikan hatinya lebih hangat lagi. Dia seperti seorang anak perempuan kecil yang sedang membuka kotak, dan menarik sebuah kalung emas.

"Oh Papa.. Papa seharusnya tidak perlu.. Ini indah sekali"
"Tentu saja aku harus.. Tapi aku takut itu tidak bisa membuat kamu lebih cantik cintaku.. Sini biarku kupasangkan untukmu"
"Ohh Papa!"

Emma merasa ada semacam perasaan cinta untuknya saat dia berada di belakangnya. Dia harus lebih dulu mengendurkan jubah untuk membiarkan dia memasang kaitan di belakang, dan ketika dia berbalik ke arahnya, Jack tidak bisa menghindari tetapi matanya mengarah pada belahan dada Emma yang menyenangkan.

"Oh.. Apa rantainya kepanjangan?" ia berharap, menatap kalung yang melingkar di atas dada lezatnya.
"Tidak Pa.. Ini menyenangkan" dia tersenyum, menangkap dia memandang ke sana lebih banyak dari yang seharusnya diperlukan.
"Oh terima kasih banyak.."

Emma menciumnya dengan agak antusias dibanding yang perlu dilakukannya dan putus tiba-tiba dengan sebuah gairah dipermalukan. Kemudian Jack menangkap momen itu, menarik punggungnya seolah-olah meredakan kebingungannya dan menciumnya dengan perasaan jauh lebih dibandingkan perasaan seorang mertua.

"Selamat ulang tahun sayang" katanya, saat senyuman mereka berubah jadi lebih serius.
"Oh terimakasih Papa"

Emma menciumnya kembali, menyadari ini adalah titik yang tak bisa kembali lagi, dan kali ini membiarkan lidahnya 'bermalas-malasan' terhadapnya. Dia baru saja mempunyai waktu untuk merapatkan jubahnya kembali saat Paul meneleponnya untuk mengucapkan selamat malam dan sedikit investigasi. Paul ingin bicara pada papanya dan memintanya agar menyimpan cintanya untuk ibunya yang sudah meninggal. Mata Emma tertuju pada Jack saat dia menenteramkan hati putranya di telepon, mengetahui dia akan membiarkan pria ini melakukan apapun..

"Aku sangat suka ini Pa.." Emma tersenyum ketika telepon dari Paul berakhir. Dia menggunakan alasan memperhatikan kalungnya untuk membuka jubahnya lagi, kali ini sedikit lebih lebar.
"Apa kamu pikir ini cocok untukku?"
"Mm oh ya.." dia tersenyum, matanya menelusuri bagian atas gundukan lezatnya, dan untuk pertama kalinya membiarkan gairahnya tumbuh.

Emma secara terbuka mempresentasikan payudaranya untuk kekasihnya, membiarkan dia menatapnya ketika dia membusungkan dadanya jauh lebih lama dibandingkan hanya sekedar untuk memandangi kalung itu. Dia mengangkat tangannya dan memegang mainan kalung itu, mengelus diantara dadanya, menatap tajam ke dalam matanya.

"Kamu terlihat luar biasa dengan memakainya" dia tersenyum.

Nafas Emma yang memburu adalah nyata ketika tangan kekasihnya telah menyentuhnya di sana, dan pandangannya yang memikat saat kekasihnya menyelami matanya memberi dia tiap-tiap dorongan. Mereka berdua tahu apa yang akan terjadi kemudian, sudah terlalu jauh untuk menghentikannya sekarang. Dia akan bercinta dengan Papa mertuanya. Mereka berdua juga menyadari, bahwa tidak perlu terburu-buru kali ini, mereka harus lebih dulu membiarkan berjalan dengan sendirinya, dan walaupun kemudian itu akan menjadi resikonya nanti.

Emma bisa melihatnya sekarang kalau 'pertunjukannya' yang nakal telah memberi efek pada gairah kekasihnya. Gundukan yang terlihat nyata di dalam jubahnya menjadikan jantungnya berdebar kencang, dan kekasihnya menjadi bangga ketika melihatnya menatap itu, seperti halnya dia yang memandangi payudaranya.

"Kamu sudah cukup merayuku.. Kamu nakal!" Emma tersenyum pada kata-kata terakhirnya, memberi dia pelukan yang lain. Pelukan itu berubah menjadi sebuah ciuman, dan kali ini mereka berdua membiarkan perasaan mereka menunjukkannya, lidah mereka saling melilit dan memukul-mukul satu sama lain. Emma merasa tali jubahnya mengendur, dan Jack segera merasakan hal yang sama.

"Oh Jack.. Kita tidak boleh" dia menjauh dari kekasihnya sebentar, tidak mampu untuk hentikan dirinya dari pemandangan jubahnya yang terbuka cukup lebar untuk melihat ujung penisnya yang tak terukur membesar diantara pahanya yang kuat.

"Ohh Emma.. Aku tahu.. Tapi kita harus" dia menarik nafas panjang, memandang pada perutnya untuk melihat kewanitaannya yang sempurna, telah merekah dan mengeluarkan cairannya. Detak jantung Emma bahkan jadi lebih cepat saat dia lihat tonjolannya menghentak lebih tinggi ke udara saat kekasihnya memandang bagian paling intimnya.

"Oh Jack sayang.." desahnya pelan saat kekasihnya memeluknya, jubahnya tersingkap dan dia terpana akan tonjolannya yang sangat besar di bagian bawahnya. Itu sepertinya memuat dua prem ranum yang membengkak dengan benihnya yang berlimpah. Dia tidak bisa hentikan dirinya sekarang.. Dia membayangkan dirinya berenang di dalamnya.

"Emma cintaku.. Betapa lamanya aku menginginkanmu.." katanya saat ia menggapai paha Emma.
"Oh Jack.. Seandainya aku tahu.. Setiap kali Paul bercinta denganku aku membayangkan itu adalah kamu yang di dalamku.. Papa termanis.. Apakah aku terlalu jahat untuk katakan hal seperti itu?"
"Tidak kekasihku.." jawabnya, mencium lehernya dan turun pada dadanya, dan membuka jubahnya lebih lebar lagi untuk agar tangannya dapat memegang payudaranya. Mereka berdua ingin memanfaatkan momen itu..
"Apakah kamu ingin aku di sana sekarang?"
"Oh Jack.. Ya.. Papa" erangnya kemudian mengangkat jubahnya dan tangannya meraih penisnya.
"Aku sangat menginginkannya"
"Oh Emma.. Kekasihku, apakah ini yang kamu ingin?" dia mengerang, memegang jarinya di sekitar batang berdenyutnya yang sangat besar.
"Oh ya Papa.. Penismu.. Aku ingin penis Papa di dalamku"
"Sayangku yang manis.. Apa kamu menginginkannya di sini?" kekasihnya melenguh, menjalankan jemarinya yang pintar sepanjang celah itu, menggodanya, membuat matanya memejam dengan nikmat. Emma hampir merintih ketika dia menatap mata kekasihnya.
"Mm penis Papa di dalam vaginaku"
"Ahh anak manisku tercinta" Emma menjilat jarinya dan menggosoknya secara lembut di atas ujung kejantanannya yang terbakar, membuat kekasihnya merasa ngeri dengan kegembiraan.
"Kamu ingin jadi nakal kan Pa.. Kamu ingin orgasme di dalamku" Emma menggoda, meninggalkan pembesaran tonjolan yang bagus, dan mengalihkan perhatiannya kepada buah zakarnya yang membengkak.

Sekarang adalah giliran kekasihnya untuk menutup matanya dengan gairah yang mengagumkan.

"Kamu ingin meletakkan spermamu di dalam istri putramu.. Kamu ingin melakukan itu di dalam vagina gadis kecilmu"

Dia hampir menembakkannya bahkan waktu Emma menggodanya, tetapi entah bagaimana menahan ombak klimaksnya, dan mengembalikannya pada Emma, keduanya sekarang saling memegang pinggang satu sama lainnya.

"Dan kamu ingin benih Papa di dalam kandunganmu kan.. Dalam kandunganmu yang dahaga.. Membuat seorang bayi kecil di dalam kandungan suburmu" dia tidak bisa semakin dekat kepada tanda untuknya.. Emma telah memimpikan kekasihnya memberinya seorang anak, Emma gemetar dan menggigit bibirnya saat jari tangan kekasihnya diselipkan di dalam saluran basahnya.

"Papa.. Oh ya.. Ya.. Tolong.. Aku sangat menginginkannya.."

Paul belum pernah punya keinginan membicarakan tentang hal itu.. Emma tidak benar-benar mengetahui apakah dia ingin seorang anak, sekalipun begitu pemikiran itu menjadi sebuah gairah yang luar biasa. Bibirnya menemukannya lagi, dan tenggelam dalam gairahnya, lidah mereka melilit lagi dengan bebas tanpa kendali yang sedemikian manis.

Emma membiarkan jubahnya terbuka seluruhnya sekarang, menekankan payudaranya secara lembut melawan dada berototnya, perasaan geli membuat cairannya lebih berlimpah. Jantungnya terisi dengan kenikmatan dan antisipasi, pada pikiran bahwa dia menginginkan dirinya.. Bahwa seluruh gairah Emma akan terpenuhi dengan segera.

"Oh gadis manisku yang jahat" lenguhnya saat bibir Emma menggodanya.
"Aku akan pergi sebentar" dia tersenyum dengan mengundang saat dia menoleh ke belakang dari pintu.
"Jangan pergi" Emma melangkah ke lantai atas, jubahnya berkibar di sekitarnya lagi saat dia memandangnya.

Emma tidak perlu merasa cemas, suaminya sedang berada jauh di sana dengan segala egoisme kesibukannya, dan Emma mengenal bagaimana kebiasaanya. Jantung Emma dilanda kegembiraan lebih ketika dia melepaskan jubahnya dan berjalan menuju dia.. Pada Papa mertuanya.. Telanjang dan siap untuk menyerahkan dirinya seluruhnya kepada kekasihnya.

Ketika dia mendengar langkah kaki Emma pada tangga, dia lalu keluar dari jubahnya dan sekarang berlutut di atas permadani di depan perapian, menghadapinya ketika dia masuk, ereksinya semakin besar dalam posisi demikian. Emma berlutut di depannya, tangannya memegang obyek hasratnya, yang berdenyut sekilas, lembut dan demikian panas dalam sentuhannya. Matanya terpejam dalam kenikmatan murni saat Emma berlutut dan mencium ujung merah delima itu, matanya terbuka meresponnya, dan mengirim beberapa tetesan cairan lezat kepada lidah penggemarnya. Kekasihnya mengelus payudaranya dan menggoda puting susunya yang gemuk itu.

"Aku sudah siap Pa.. Malam ini seutuhnya milikmu"
"Emma sayang, kamu indah sekali.." kekasihnya memujinya dan dia tersenyum dengan bangga.
"Oh Papa.. Kumohon. Aku sangat menginginkannya.. Aku ingin benihmu di dalamku"
"Sepanjang malam cintaku.." kekasihnya tersenyum, rebah bertumpu pada sikunya lalu menyelipkan tangannya diantara paha Emma.
"Kita berbagi tiap momen"

Emma rebahan pada punggungnya, melebarkan lututnya membiarkan jari kekasihnya berada di dalam rendaman vulvanya.

"Ohh mm Papa sayang.." Emma melenguh saat jari kekasihnya merangsang tunas kesenangannya tanpa ampun.
"Mm betapa aku sangat memuja perempuan kecilku.." Kekasihnya menggodanya ketika wajahnya menggeliat di puncak kesenangan.
"Ohh Papa.. Rasakan bagaimana basahnya aku untukmu"
"Apa anakku yang manis sudah basah untuk penis Papa? Mm penis Papa di dalam vagina panas gadis kecilnya.. Penis besar Papa di dalam vagina gadisnya yang panas, vagina basah.." kata-katanya diiringi dengan tindakan saat dia bergerak di antara pahanya, tongkatnya berdenyut dengan bernafsu saat dia mempersiapkan lututnya.
"Setubuhi aku Pa.. Masukkan penismu ke dalamku"
"Sayang.. Emma yang nakal.. Buka vaginamu untuk penis Papa" tangan mereka memandu, kejantanannya membelah masuk kewanitaannya.
"Papa.. Yang besar.. Itu penuh untukku kan?"
"Ya putriku manis.. Sperma yang penuh untuk kandunganmu.. Apa kamu akan membuat Papa melakukan itu di dalam tubuhmu?"
"Ahh ya Papa.. Aku akan membuatmu menembakkannya semua ke dalam tubuhku.. Ahh ahh ahh"

Emma mulai menggerakkan pinggangnya.. Takkan menghentikan dirinya saat dia membayangkan itu. Mata mereka saling bertemu dalam sebuah kesenangan yang sempurna, mereka bergerak dengan satu tujuan, yang ditetapkan oleh kata-katanya.

"Papa akan menembakkan semuanya ke dalam kandunganmu yang subur.. Sperma Papa akan membuat bayi di dalam kandunganmu Emma sayang" tangan kekasihnya mengayun pantatnya sekarang saat dia mulai menusuk lebih dalam, matanya menatap kekasihnya ketika dia menarik pantatnya yang berotot, mendorong lebih lanjut ke dalam tubuhnya.. Memberinya hadiah yang sangat berharga.

Penis besarnya menekan dalam dan panjang, buah zakarnya yang berat menampar pantatnya saat dia mendorong ke dalam kandungannya. Dia tidak bisa menolong, hanya melihatnya, setiap gerakan mereka yang mendatangkan nikmat.. Membayangkan waktunya akan segera datang.. Memancar dari kekasihnya.. Berenang di dalam dirinya.. Membuatnya mengandung anaknya. Dia menggelinjang saat kekasihnya menyusu pada puting susunya yang diremas keras, tangan besarnya meremas payudaranya bersama-sama saat dia mengocoknya berulang-ulang.

"Ohh Papa.. Penis besarmu membuatku orgasme.. Oohh" dia berteriak, menaikkan lututnya setinggi yang dia bisa untuk memaksanya lebih dalam ke bagian terdalam vaginanya. Kekasihnya menghentak lebih cepat, meremas pantatnya untuk membuat sebuah lingkaran yang ketat pada vaginanya.. Momen yang sempurna mendekat dengan cepat saat dia menatap mata kekasihnya.

"Emma sayang.. Papa juga keluar.."
"Mm shh" Emma memperlambat gerakan kekasihnya, menenangkannya ketika waktunya datang..
"Aku ingin menahanmu saat kamu keluar.. Saat kamu memompa benihmu ke dalam tubuhku"
"Oh sayang.. Ya gadis manisku.. Tahan aku saat kukeluarkan spermaku ke dalam kandunganmu"

Dia merasa itu membesar di dalam cengkramannya, urat gemuk penisnya siap untuk berejakulasi, dan kemudian menghentak dengan liar, dan dengan masing-masing semburan yang dia rasa pancarannya yang kuat menghantam dinding kewanitaannya, membasahi hamparan ladangnya yang haus kekeringan. Bibir mereka bertemu dalam lilitan sempurna, tangisan Emma membanjiri kekasihnya kala kekasihnya menyembur dengan deras ke dalamnya. Punggung Emma melengkung, mencengkeram penisnya sangat erat saat ombak kesenangan menggulungnya. Dia ingin menahannya di sana untuk selamanya..

"Ohh Ohh aahh.. Papa melakukannya.. Isi aku.. Aahh" jantung mereka berdegup sangat keras ketika mereka berbaring bersama, terengah-engah, sampai mereka bisa berbicara.
"Oh Tuhan, Emma.. Aku sangat menginginkanmu.."

Dan untuk beberapa hari ke depan, tak ada sepatah katapun yang sanggup melukiskan momen itu..

Cerita Sex Dengan Anak Kosan - Kisah ini bermula ketika aku mencari tempat kost di daerah sekitar kampus. Setelah sekian lama berputar-putar, akhirnya sampailah aku di suatu rumah. Lokasinya enak,
sejuk dan rindang. Dalam hati aku menjadikan rumah ini sebagai kost cadangan seandainya aku tidak mendapatkan tempat kost. Setelah ngobrol dengan ibu kost tentang masalah harga, datanglah anak ibu kost yang nomor 3, namanya Mbak Desi (itu kuketahui setelah aku kost di situ).

Cerita Sex Dengan Anak Kosan


Pertama melihat Mbak Desi aku langsung bergetar, gila cantik sekali. Sempat terselip
di benakku untuk berhubungan badan dengannya tapi perasaan itu langsung kusingkirkan sebab di depanku ada ibunya, jadi aku berpura-pura manis dan tersenyum pada Mbak Desi. Setelah sekian lama, akhirnya aku kost di situ. Dan hari-hariku kusempatkan mencuri perhatian ke Mbak Desi, tiap kali kupandangi dia makin kelihatan inner beauty-nya. Begitu cantik dan tidak bosan-bosan dipandang.

Dan yang membuatku semangat untuk mengejarnya adalah dia juga memberi respon atas
kerlingan-kerlingan mataku dan tingkahku. Walaupun dia sudah bersuami dan
mempunyai anak satu, tapi keindahan tubuhnya masih kelihatan, ini terbayang dari baju
tidur yang dia kenakan tiap pagi, tipis dan tembus pandang, jadi kalau Mbak Desi
berjalan aku selalu ada saja acara untuk mengikutinya entah mandi, ke belakang atau
entah apa saja yang dia lakukan. Dan sesekali kalau rumah sedang sepi, aku berjalan di
belakangnya sambil mengocok batang kemaluanku yang selalu tegang bila melihat dia
sambil berimajinasi berhubungan badan dengan Mbak Desi.

Ini kulakukan beberapa kali, sampai suatu saat ketika aku sedang mengocok batang
kemaluanku, tiba-tiba Mbak Desi berbalik dan berkata, "Entar kalau udah keluar di lap
ya..." tentu saja aku jadi belingsatan, tapi aku cepat menguasai situasi, dengan berterus
terang sama Mbak Desi, "Entar Mbak, tanggung nich..." dan aku pun makin
mempercepat kocokanku dengan harapan aku semprotkan di perut Mbak Desi, sebab
waktu itu Mbak Desi berbalik dan berhadap-hadapan denganku. Dan tanpa di sangka
Mbak Desi membungkuk dan mengulum batang kemaluanku, tentu saja aku makin
terangsang oleh sentuhan-sentuhan lidah Mbak Desi, tampak Mbak Desi mengulum
dengan penuh nafsu diiringi oleh sedotan-sedotan dan gigitan kecilnya, sesaat kemudian
kemaluanku mulai berdenyut dan makin menegang keras.

"Terus Mbak... oh.. oh.. oh... enak Mbak..." bagaikan melayang di awan kepalaku mulai
berkunang-kunang, dan Mbak Desi pun sepertinya tahu situasi saat itu, dia pun mulai
mengocok dengan tangannya dengan irama cepat.
"Ooh.. Mbak.. Mbak.. aku mau keluar Mbak... oh.. oh.. oh... sshh.. shh.. ah..." Crott...
croott... keluarlah air maniku banyak sekali membasahi bibirnya berkilat-kilat diterpa
sinar lampu dapur. Dan tanpa pikir panjang aku langsung mengulum bibirnya yang masih
dipenuhi spermaku, sambil aku bergerilya di sepanjang dadanya, yang kira-kira
berukuran 36. Setelah beberapa saat dia mulai mengendurkan ciumannya dan berkata,
"Sekarang bukan waktunya Dik..." Kejadian di dapur itu selalu teringat olehku dan selalu
menjadi imajinasiku.

Hari berikutnya aku makin sering menggoda dia, tanpa sepengetahuan suaminya. Suatu
saat suaminya ada keperluan keluar kota, saat itulah yang kutunggu-tunggu untuk iseng
mengajaknya jalan, dengan alasan ingin diantar ke Cihampelas membeli baju. Mbak Desi
pun mau, jadilah aku keluar bersama dia. Di tengah perjalanan aku ngobrol dengannya,
mengorek tentang rumah tangganya terutama masalah kehidupan seksualnya. Ternyata
dia saat itu sedang suntuk di rumah dan ingin main keluar, langsung saja kusambut
kesempatan itu, kuajak dia main ke daerah pegunungan di Lembang.

Di sana dingin sekali, dan aku mulai memberanikan diri memegang tangan dan pahanya.
Sambil menggodanya, "Mbak dingin-dingin gini enaknya apa ya..." kataku.
"Ee... apa ya..." katanya.
"Kita sewa hotel aja yuuk.. Mbak Desi kedinginan nich..." katanya lagi.
Sebuah permintaan yang membuatku deg-degan, langsung saja kubelokkan ke sebuah
hotel yang kelas Rp 50.000-an,
"Gimana Mbak, udah anget belum..." tanyaku di dalam kamar.
"Anget gimana? tidak ada yang memeluk kok anget..." jawab dia.
"Bener nich..." kataku.

Langsung saja kudekati dia dan tanpa canggung lagi aku mulai mencium bibirnya, dan
dia pun membalas, ternyata dia begitu mudah terangsang oleh ciumanku yang langsung
kuteruskan dengan menjilati leher disertai dengan gigitan kecil. Aku pun mulai bergerilya
dengan menelusupkan tanganku di balik kaosnya. Busyet, dia tidak memakai BH di
payudara yang berukuran 36B. Aku buka kaosnya dan tampaklah sebuah gundukan 36B
dengan puting yang merah kecoklatan. Begitu bersih dan putih tubuhnya, kujilati leher
dan pelan-pelan turun ke dadanya. Mbak Desi pun melengus perlahan sambil mengacak-
acak rambutku. Hingga sampai saat aku melingkar-lingkarkan lidahku di seputar puting
susunya, dia makin keras melenguh, hal itu makin membuat nafsuku memuncak, "Iseep...
Dik... iseepp... terusss... aahh..." Kusedot putingnya dan saking memuncaknya nafsuku,
kugigit putingnya, dia semakin menggila mendesah-desah tak karuan.

Perlahan-lahan aku memasukkan tanganku di balik celana jeansnya. Oh, begitu lembut
bulu kemaluannya disertai dengan basahnya bibir kemaluannya. Kulepas baju dan
celananya sampai keadaan telanjang bulat, begitu mulus tubuhnya, sejenak kupandangi
tubuhnya dengan tertegun, lalu aku gantian melepas semua baju dan celanaku hingga
kami berdua telanjang bulat tanpa selembar benang pun. Kugigit-gigit kecil dan jilati
perutnya perlahan-lahan sambil terus turun ke arah pangkal pahanya, terus turun sampai
ke telapak kaki kiri dan kanan. Kubalikkan badannya hingga dia tengkurap, lalu dari
belakang leher kujilati perlahan-lahan sambil menggigit kecil dan turun, "Ohh... Diikk...
terus Dikk... oh... oh... enak Diikk..." erangan Mbak Desi disertai dengan belaian usapan
telapak tangan lembutnya. Terus turun dari punggung ke arah pantat, sampai di pantat
kugigit dia saking menahan nafsuku, dia pun meregang menjerit kecil.

Lalu hingga tiba di daerah selangkangannya, kulihat kemaluannya merah dan basah
berkilat-kilat oleh karena lendir birahi, pelan-pelan kujilati pinggiran kemaluannya
dengan gerakan melingkar di pinggir kemaluannya. Aku pun mulai membuka bibir
kemaluannya dengan kedua tanganku tampaklah klitorisnya yang sudah menegang
berwarna merah. Perlahan-lahan kujilat klitorisnya pelan tapi pasti sambil kugerakkan
naik turun sepanjang garis kemaluannya. Mbak Desi pun makin mengerang,
menghempaskan badannya ke kiri dan ke kanan sambil sesekali menjambak rambutku
disertai teriakan kecil.

Beberapa saat kemudian Mbak Desi mulai mengejang dan bergetar sambil meringis
menahan sesuatu, "Ahh... ahh... Dik... aku keluuaar...." sambil menggigit bibirnya. Mbak
Desi bangkit lalu mambalikkan badanku hingga aku pun terhempas telentang, dia mulai
mencium bibirku, leher dan tibalah di daerah paling sensitifku, di kedua putingku, aku
mulai mendesah ketika Mbak Desi menjilatinya, Mbak Desi tanggap akan hal itu, dia
terus menjilatinya dan karena aku tidak tahan lagi kusuruh dia menggigitnya keras-keras.
Aku pun blingsatan menahan nikmat tak terkira, makin keras gigitannya makin puas
kurasakan.

Di tengah kenikmatan itu tiba-tiba ada sesuatu yang merasuk dan menancap di
kemaluannku, gila rasanya mau meletup dan pecah kepala ini merasakan kenikmatan itu,
ternyata Mbak Desi sambil mengigit putingku dia memasukkan batang kemaluanku ke
lubang kemaluannya. "Bless..." batang kemaluanku yang masih kering itu pun terbenam
di belahan daging hangat dan basahnya. Aku sempat menggigit dada Mbak Desi karena
kenikmatan itu. Perlahan-lahan Mbak Desi menggerakkan badannya naik turun,
sedangkan aku hanya terpejam diam menikmati surga dunia itu, "Aah... ah... ah... gila kau
Mbak... gila kamu... ah... Mbak pintar sekali... enak Mbak... oh... terus... ah... ah..." aku
mengerang kenikmatan.
Mbak Desi yang terus menggoyang badannya membungkuk lalu menjilati dan menggigit
putingku, satu gaya yang bisa membunuhku dengan kenikmatan, aku pasrah pada situasi.
"Bunuh aku dengan tubuhmu Mbak..." kataku, Mbak Desi hanya tersenyum simpul.
Mbak Desi tetap di atasku tapi posisi punggungnya membelakangiku, aku kurang sreg
lalu kusuruh dia berbalik lagi, Mbak Desi berbalik lagi dan dia menyodorkan
payudaranya ke arah mulutku, aku pun mulai menghisap dan mengulum sekuatku.


Tiba-tiba tubuh Mbak Desi bergetar hebat sambil meremas kedua lenganku dan kadang-
kadang mencakarku, dia keluar untuk kedua kalinya. Aku berhenti sebentar, supaya
kondisi kemaluannya pulih kembali sebab dia sudah mencapai puncak orgasmenya. Aku
ganti di atas, perlahan-lahan kuarahkan kemaluanku ke depan bibir kemaluannya, sengaja
tidak kumasukkan dulu tapi kubuat main-main dulu dengan cara kuserempetkan ujung
kepala kemaluanku ke klitorisnya, dia mulai mengerang lagi. Dengan perlahan
kumasukkan batang kemaluanku ke lubang kenikmatannya yang sudah basah oleh
semprotan cairan Mbak Desi.

"Bluess..." batang kemaluanku dengan gagahnya maju memasuki liang surga Mbak Desi.
"Ooh... Dik... enak Dik... oh... terruus... Dik... ohh... oohh..." sambil tangannya meremas
kedua putingku. Aku semakin mempercepat goyangan, setelah beberapa lama keringatku
pun membasahi dada Mbak Desi, butir demi butir laknat pun jatuh seiring dengan
bertambahnya argo dosaku, tubuh kami berdua berkeringat hingga kami pun bermandi
peluh. Justru hal itulah yang membuatku makin bernafsu. Sambil merem melek aku
menikmati hal itu, hingga perutku mulai mengeras, otot perut mulai mengencang siap
untuk meledakkan sesuatu, bergetar hebat.

"Oh... Mbak aku mau keluar... Mbak... oh... aku mulai keluar Mbak... Keluarin di mana
Mbak... dalem ya.. oh... oh..." aku mengerang kenikmatan.
"Keluarin di dalam aja Dik, Mbak juga sudah mulai keluar kok... yah... yah... terus Dik...
dipercepat... ya begitu... oh... oh terus Dik..." dengan menjerit Mbak Desi terlihat pasrah.
"Ooh... Mbak... sekarang... Mbak... oh... ah... ahh... sshh... ah..."
"Croot.. croott.. croooooott.. crett..." kusemburkan spermaku di dalam liang kemaluan
Mbak Desi, begitu banyak spermaku sampai-sampai tertumpah di sprei.

Aku menjatuhkan badan di sisi Mbak Desi dengan mengeluarkan kata-kata sumpah
serapah, Mbak Desi bangun dan mengulum batang kemaluanku yang masih berlepotan
spermaku, menjilat dan mengulumnya sampai bersih, rupanya dia menelan sisa-sisa
sperma yang ada di batang kemaluanku, lalu terjatuh di sisiku juga. Kami berdua
terengah-engah dengan nafas memburu, mencoba memahami apa yang kami lakukan
tadi.
"Thank's Mbak..." kukecup kening dan pipinya sambil meremas payudaranya.
"Ya aku puas dengan kamu Dik..." kata Mbak Desi.

Akhirnya kami terus melakukan hubungan itu, di mana pun dan kapan pun, di dapur, di
kamar mandi, di kamarku, di saat sepi. Hingga kini kami terhanyut oleh kenikmatan
surga dunia yang tiada bosan-bosannya kami rasakan.


TAMMAT

loading...
loading...

PASANG IKLAN

KRIM KE : @DIPPANHOT01@GMAIL.COM

Popular Posts